TUGAS MAKALAH KELAS C
MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA
Nama : Akhmad Khoiri
NPM : 1522010033
Semester :
I (Satu)
Mata Kuliah :
Metode Studi Islam
Prodi :
PAI
Dosen :
Prof. Dr. H. Sulthan Syahril, MA.
Dr. Imam Syafi’i, M.Ag.
Program Pasca Sarjana
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Raden
Intan Lampung
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah swt yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kasih-Nya tiada batas dan
sayang-Nya melimpah kepada hamba-Nya. Atas rahmat dan pertolongan Allah swt,
kami mampu menyelesaikan penulisan makalah tentang “Manusia dan Kebutuhan Doktrin Agama”. Makalah ini ditulis dengan maksud
sebagai bahan presentasi mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI, dan menjadikan
penambahan wawasan sekaligus pemahaman terhadap Kurikulum PAI. Harapan kami, semoga setelah penulisan
makalah ini selesai kami semakin memahami tentang “Manusia dan Kebutuhan
Doktrin Agama”. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran, kritik,
serta bimbingan dari para dosen demi penyempurnaan di masa-masa yang akan
datang, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami. Akhirnya saya mohon maaf atas
segala kekurangan.
Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Bandar Lampung,
oktober 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia
sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk yang lain mampu mewujudkan
segala kebutuhannya dengan kekuatan akal yang dimilikinya. Di samping itu
manusia juga mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab
segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu akan
menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya
tindakan irrasionalitas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda merupakan
bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap
sesuatu yang tidak diketahuinya. Kepercayaan manusia akan kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang tergantung pada hubungan manusia
dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Ketakutan manusia apabila hubungan baik
manusia dengan kekuatan gaib tersebut hilang, maka hilang pulalah kesejahteraan
dan kebahagiaan yang dicari.
Kemudian
menurut sebagian para ahli rasa ingin tahu dan rasa takut itu menjadi pendorong
utama tumbuh suburnya rasa keagamaan dalam diri manusia. Manusia merasa
berhak untuk mengetahui dari mana dirinya berasal, untuk apa dia berada di
dunia, apa yang mesti manusia lakukan demi kebahagiannya di dunia dan alam
akhirat nanti, yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah
agama. Karenanya, sangatlah logis apabila agama selalu mewarnai sejarah manusia
dari dahulukala hingga kini, bahkan sampai akhir nanti.[1] Lantas
benarkah hanya rasa takut dan ingin tahu tersebut yang menjadikan manusia
membutuhkan agama dalam kehidupan mereka?. Dalam makalah yang sederhana ini
akan diulas bagaimana agama dapat menjadi kebutuhan bagi manusia.
B. Rumusan Masalah
Beranjak
dari latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah makalah adalah
1. Bagaimana
kebutuhan umat manusia terhadap agama ?
2. Bagaimana
rasa ingin tahu manusia terhadap agama ?
3. Apa latar belakang
perlunya manusia terhadap agama?
C. Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan
pembahasan makalah adalah:
1.
Untuk
mengetahui kebutuhan umat manusia terhadap agama
2.
Untuk
mengetahui rasa ingin tahu manusia terhadap agama yang diyakininya
3. Untuk mengetahui
latar belakang perlunya manusia terhadap agama
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia makhluk yang mulia
Manusia
adalah puncak ciptaan dan makhluk Allah yang paling mulia sebagaimana
dijelaskan dalam Al-qur an:
لَقَدْ
خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (Q.S Attin : 4)
Dan dijelaskan dalam al qur
an :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي
آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ
الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Q.S Al isra’ : 70).
B. Proses perkembangan manusia dalam Alqur’an dan hadist
Di dalam Al-Qur'an dijumpai beberapa
ayat yang menggambarkan proses perkembangan manusia secara bertahap:
mulai dari sel-sel pembawa genetika, berubah menjadi janin (fetus), lahir,
tumbuh sebagai manusia dewasa dan mengalami kematian.
Firman ALLAH yang
menjelaskan tentang perkembangan manusia QS Ghaafir 67
uqèd
Ï%©!$#
Nà6s)n=s{
`ÏiB
5>#tè?
§NèO
`ÏB
7pxÿõÜR
§NèO
ô`ÏB
7ps)n=tæ
§NèO
öNä3ã_Ìøä
WxøÿÏÛ
§NèO
(#þqäóè=ö7tFÏ9
öNà2£ä©r&
¢OèO
(#qçRqä3tFÏ9
%Y{qãä©
4
Nä3ZÏBur
`¨B
4¯ûuqtGã
`ÏB
ã@ö6s%
(
(#þqäóè=ö7tFÏ9ur
Wxy_r&
wK|¡B
öNà6¯=yès9ur
cqè=É)÷ès?
ÇÏÐÈ
67. Dia-lah yang
menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari
segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan
sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang
ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).
Dan
di jumpai didalam hadist Arba’in Nawawi ke 4:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا رواه البخاري ومسلم
Dari Abi
Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud radiallahu’anhu, beliau berkata: Kami
diberitahu oleh Rasulullah dan beliau adalah orang yang juur lagi terpercaya –
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Sesungguhnya telah disempurnakan
penciptaan salah seorang dari kalian dalam perut ibunya selama empat puluh hari
dalam bentuk sperma, kemudian dia menjadi segumpal darah selama itu pula,
kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus
kepadanya malaikat, kemudian ditiupkan ruh kepadanya, lalu malaikat tersebut
diperintahkan untuk menulis empat perkara; untuk menulis rizkinya, ajalnya dan
amalannya dan nasibnya (setelah mati) apakah dia celaka atau bahagia. Demi
Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Dia. Sesungguhnya salah
seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli surga, sehingga
jarak antara dirinya dengan surga hanya satu hasta, lalu dia didahului oleh
catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga dia
memasukinya. Dan salah seorang di antara kalian benar-benar beramal dengan
amalan ahli neraka, hingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya sehasta,
lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan
ahli surga hingga dia memasukinya. (HR Bukhari dan Muslim. Shahih dikeluarkan
oleh Al Bukhari di dalam [Bid’ul Khalqi/3208/Fath]. Muslim di dalam [Al Qadar/2463/Abdul
Baqi]).
Hadits
ini mengandung beberapa faedah:
1.
Penjelasan tentang proses penciptaan manusia di dalam perut ibunya. Dan ia
mengalami empat periodisasi. [Yang pertama] Periode Nuthfah (dalam bentuk
sperma) selama empat puluh hari. [Kedua] Periode ‘Alaqah (gumpalan darah)
selama empat puluh hari. [Ketiga] Periode Mudghoh (gumpalan daging) selama 40
hari. [Keempat] Periode terakhir, adalah setelah ditiupnya ruh ke dalam tubuh
janin. Janin mengalami proses perkembangan dalam perut ibunya dalam tahap
perkembangan seperti ini.
2.
Sebelum berumur empat bulan, janin belum dapat dihukumi sebagai manusia yang
hidup. Atas dasar ini, jika bayi itu keluar sebelum kandungan itu genap berumur
empat bulan, maka ia tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak pula
dishalatkan, karena ia belum dapat disebut seorang manusia.
3.
Setelah kandungan berusia empat bulan, ditiupkan ruh padanya. Maka (setelah
itu), ia telah positif dihukumi sebagai manusia yang hidup. Jadi, jika setelah
itu –kandungan itu keluar- maka ia dimandikan, dikafani, dan dishalatkan.
Sebagaimana jika janin itu telah genap berusia sembilan bulan.
4.
Adanya malaikat yang diberi tugas untuk mengurusi rahim (kandungan).
Berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Maka diutuslah malaikat
kepadanya.” Yakni malaikat yang diberi tugas untuk mengurusi rahim.
5.
Keadaan manusia telah ditakdirkan ketika ia berada di dalam perut ibunya, yakni
telah ditakdirkan rizqinya, amalannya, ajalnya, dan apakah dia celaka ataukah
bahagia.
6.
Penjelasan tentang hikmah Allah, bahwa segala sesuatu di sisinya (ditetapkan)
dengan batas waktu tertentu dengan takdir; tidak dapat didahulukan dan
diakhirkan.
7.
Setiap orang wajib merasa takut dan cemas karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah mengabarkan, “Bahwa seseorang beramal dengan amalan ahli surga
hingga jarak antara dirinya dan surga hanya sehasta, lalu ia didahului oleh
kitab (takdir), sehingga ia beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga ia
memasukinya.”
8.
Seorang manusia tidak sepantasnya berputus asa, karena bisa jadi seseorang
melakukan kemaksiatan dalam waktu yang lama kemudian Allah memberikan hidayah
kepadanya, sehingga ia bisa mendapatkan petunjuk di akhir hayatnya.
C. Definisi Agama
Secara
etimologis Agama berasal dari bahasa Sanskerta yang tersusun dari kata “a”
berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi”. Dalam bentuk harfiah yang
terpadu, kata agama berarti “tidak pergi”, tetap di tempat, langgeng, abadi
yang diwariskan secara terus-menerus dari satu generasi kepada generasi yang lainnya.[2]
Pada
umumnya, kata “agama” diartikan tidak kacau, yang secara analitis
diuraikan dengan cara memisahkan kata demi kata, yaitu “a” berarti
“tidak” dan “gama” berarti “kacau”. Maksudnya orang yang memeluk agama
dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami
kekacauan.[3]
Secara terminologi menurut sebagian orang, agama merupakan sebuah fenomena yang sulit didefinisikan. WC Smith
mengatakan,
"Tidak
berlebihan apabila dikatakan hingga saat ini belum ada definisi
agama yang benar dan dapat diterima".
Meski demikian, para cendekiawan besar dunia memiliki definisi, tentang
fenomena agama. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Emile Durkheim mengartikan agama sebagai suatu kesatuan sistem kepercayaan dan pengalaman
terhadap suatu yang sakral, kemudian kepercayaan dan pengalaman tersebut
menyatu ke dalam suatu komunitas moral.
2. Karl Mark
berpendapat agama adalah keluh kesah dari makhluk yang tertekan hati dari dunia
yang tidak berhati, jiwa dari
keadaan yang tidak berjiwa, bahkan menurut pendapatnya pula agama dijadikan
sebagai candu bagi masyarakat.
3. Spencer mengatakan
agama adalah kepercayaan akan sesuatu yang Maha mutlak.
4. Dewey menyebutkan
agama sebagai pencarian manusia akan cita-cita umum dan abadi meskipun
dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya, agama adalah pengenalan
manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat.
5. Sebagian pemikir mengatakan apa saja yang
memiliki tiga ciri khas yang dapat disebut sebagai agama:
a. Keyakinan di balik alam materi
ini ada alam yang lain,
b. Penciptaan alam memiliki tujuan,
c. Alam memiliki konsep etika.
Pada semua definisi tersebut, terdapat satu hal
yang menjadi kesepakatan dari semua para cendekiawan besar dunia, yaitu kepercayaan
akan adanya sesuatu yang agung di luar alam. Namun, lepas dari semua definisi
yang ada di atas maupun definisi lain yang dikemukakan oleh para pemikir dunia
lainnya, kita meyakini agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang
menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi kebahagiaannya di
dunia dan akhirat. Dari sini, manusia dapat menyatakan agama memiliki
tiga bagian yang tidak terpisah, yaitu akidah (kepercayaan hati), syari'at
(perintah-perintah dan larangan Tuhan) dan akhlak (konsep untuk meningkatkan
sisi rohani manusia untuk dekat kepada-Nya). Meskipun demikian, tidak dapat
dipungkiri asas terpenting dari agama adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang
harus disembah.
D. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan di luar dirinya. Dapat dilihat
ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana.
Manusia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang
dapat membebaskannya dari keadaan tersebut. Naluriah membuktikan manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang
Khaliknya.[4]
Beberapa ahli pakar ada yang berpendapat bahwa
benih agama adalah rasa takut yang kemudian melahirkan pemberian sesajen kepada yang
diyakini yang memiliki kekuatan menakutkan. Seperti yang ditulis oleh Yatimin
bahwa pada masa primitif, kekuatan itu menimbulkan kepercayaan animisme dan
dinamisme. Ia memerinci bentuk penghormatan itu berupa:
1. Sesajian pada pohon-pohon besar, batu, gunung,
sungai-sungai, laut, dan benda alam lainnya.
2. Pantangan (hal yang tabu), yaitu
perbuatan-perbuatan ucapan-ucapan yang dianggap dapat mengundang murka
(kemarahan) kepada kekuatan itu.
3. Menjaga dan menghormati kemurkaan yang
ditimbulkan akibat ulah manusia, misalnya upacara persembahan, ruatan, dan
mengorbankan sesuatu yang dianggap berharga.
Rasa takut memang salah satu pendorong utama tumbuh
suburnya rasa keberagaman. Tetapi itu merupakan benih - benih yang ditolak oleh
sebagian pakar lain. Seperti yang dikatakan oleh Quraish Shihab bahwa terdapat
hal lain yang membuat manusia merasa harus beragama.[5] Freud ahli jiwa berpendapat benih agama dari kompleks oedipus. Mula-mula
seorang anak merasakan dorongan seksual terhadap ibunya kemudian membunuh
ayahnya sendiri. Namun pembunuhan ini menghasilkan penyesalan diri dalam jiwa
sang anak sehingga lahirlah penyembahan terhadap ruh sang ayah. Di sinilah
bermula rasa agama dalam jiwa manusia.
Agama muncul dari rasa penyesalan seseorang. Namun
bukan berarti benih agama kemudian menjadi satu-satunya alasan bahwa manusia
membutuhkan agama. Karena kebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan
karena masalah prinsip dasar kebutuhan manusia. Untuk menjelaskan perlunya
manusia terhadap agama sebagai kebutuhan.
a) Faktor Kondisi Manusia
Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu
unsur jasmani dan unsur rohani. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur
tersebut harus mendapat perhatian khusus yang seimbang. Unsur jasmani
membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik jasmaniah. Kebutuhan tersebut adalah
makan-minum, bekerja, istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala
aktivitas jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang
bersifat psikis (mental) rohaniah. Kebutuhan tersebut adalah pendidikan agama,
budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang
seimbang.
b) Faktor Status Manusia
Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah
yang paling sempurna. Apabila dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan
manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu kesempurnaan akal dan
pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah manusia
memiliki aspek rohaniah yang kompleks. Manusia adalah satu-satunya yang
mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata hati. Sehingga dengan
kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang paling atas dalam
garis horizontal sesama makhluk. Dengan akalnya manusia mengakui adanya Allah.
Dengan hati nuraninya manusia menyadari dirinya tidak terlepas dari pengawasan
dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia belajar mengenal Tuhan dan
agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya, dengan
kehidupannya, dan lingkungannya.
c) Faktor Struktur Dasar Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi
struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu:
1) Aspek Das es yaitu aspek biologis, merupakan
sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan
menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
dunia objektif.
2) Aspek das ich, yaitu aspek psikis yang timbul
karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata.
3) Aspek das uber ich, aspek sosiologis yang
mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat.
E. Latar Belakang Perlunya Manusia
Terhadap Agama
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang
melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Ketiga alasan tersebut secara
singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Fitrah
Manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan
pertama kali dijelaskan dalam ajaran Islam, yakni agama adalah kebutuhan fitrah
manusia. Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru di masa akhir-akhir
ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya. Fitrah
keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya
manusia pada agama.[7] Oleh
karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka
seruan tersebut memang sejalan dengan fitrahnya itu.
Firman Allah Swt dalam QS.Ar-Rum:30,
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏ‰ö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia
memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan
juga memiliki kekurangan.[8]
Dengan kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalam dirinya sehingga manusia
dengan fitrahnya merasakan kelemahan dirinya dan kebutuhan kepada Tuhan
agar menolongnya, menjaga dan memeliharanya dan memberinya taufik.
Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa manusia
telah diciptakan-Nya dengan batas-batas tertentu dan dalam keadaan lemah.
Firman ALLAH SWT, dalam QS.Al-Qomar:49,
$¯RÎ) ¨@ä. >äóÓx« çm»oYø)n=yz 9‘y‰s)Î ÇÍÒÈ
Artinya: “Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu telah kami
ciptakan dengan ukuran batas tertentu”.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya dan keluar
dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali dengan jalan
wahyu akan agama.[9]
3. Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama
adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai
tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam
dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan.
Sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa
dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin
memalingkan manusia dari Tuhan.
Sebagaimana firman Allah Swt Dalam surat Al-Anfal ayat
36 yang berbunyi:
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#rãxÿx. tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& (#r‘‰ÝÁu‹Ï9 `tã È@‹Î6y™ «!$# 4 $ygtRqà)ÏÿZãŠ|¡sù §NèO Ücqä3s? óOÎgø‹n=tæ Zotó¡ym §NèO šcqç7n=øóム3 z`ƒÏ%©!$#ur (#ÿrãxÿx. 4’n<Î) zO¨Yygy_ šcrçŽ|³øtä† ÇÌÏÈ
Artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang kafir
menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka
akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka
akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu
dikumpulkan”.
Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan
pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yanag didalamnya
mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Orang-orang kafir dengan sengaja
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang mengikuti
keinginannya. Berbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain
sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi
manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan
tantangan hidup yang demikian saat ini semakin meningkat, sehingga upaya
mengagamakan masyarakat menjadi penting.
F. Urgensi Agama bagi Manusia
Manusia sejak di atas bumi ini dengan diturunkannya
Adam, bapak manusia yang petama, dan Hawa, Ibu manusia, dari surga negeri
keselamatan, dia sangat membutuhkan hukum-hukum yang pasti yang bisa
menyeimbangkan keimanannya, mengatur perilakunya, membatasi kecenderungannya
dan mengantarkan kepada kesempurnaan yang diciptakan dan disediakan untuknya
pada kedua kehidupannya. Pertama kehidupan yang dilalui manusia di atas
bumi ini, kedua adalah kehidupan yang terjadi pada alam yang lain dari
bumi yang rendah ini, yaitu alam kesucian dan kebersihan pada kerajaan
tertinggi, sebagaimana diberitakan oleh Allah memalui kitab-kitab-Nya yang
diturunkan kepada nabi-nabi-Nya yang diutus.
Agama menjadi sangat penting bagi manusia, dengan
aturannya yang khusus dia makan dan minum, mengatasi panas dan dingin, dia
wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, maka dengan
sunnah-sunnah yang telah ditetapkan oleh Tuhannya, dia mengusahakan makanan dan
minuman, pakaian, dan obat-obatan serta tempat tinggal dan kendaraannya.
Kondisi seperti ini menuntut saling menolong dari setiap individu manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, dan mempertahankan keberlangsungan sampai ajalnya
tiba.
Manusia dengan fitrahnya merasakan kelemahan dirinya
dan kebutuhannya kapada Tuhan agar menolongnya, menjaga, memeliharanya, dan
memberinya taufik. Karena itu dia berusaha mengenal Tuhannya dengan
amalan-amalan yang wajib, yaitu dengan cara mendekatkan diri kepada-Nya dan
menunaikan macam-macam ketaatan dan ibadah.
Manusia dengan kemampuan, pikiran, perasaan dan
inderanya, selalu berusaha untuk mencapai derajat tertinggi. Sehingga manusia
tidak ingin berhenti pada satu batas tertentu. Maka dalam tiga keadaan yang
kita sebutkan, manusia membutuhkan syariat agama dari Tuhan, yang sesuai dengan
fitrahnya dan mengatur hubungannya dengan sesamanya, karena manusia akan selalu
butuh untuk saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan
menjaga keberadaannya di alam ini, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat
tinggal, dan kendaraan.
Berdasarkan paparan di atas, maka kebutuhan manusia
akan agama Tuhan yang benar lebih besar daripada kebutuhannya akan unsur-unsur
pertama untuk menjaga hidupnya seperti air, makanan dan udara.[10]
Dan tidak terdapat yang mengingkari atau
memperdebatkan kebenaran ini kecuali pembangkang yang sombong, tidak berguna
kesombongannya dan tidak perlu didengar alasan-alasannya.[11]
Apabila manusia yang berakal dan mendapat petunjuk
dalam mencari satu agama Tuhan yang benar dan murni, maka manusia pasti
mendapatkannya dalam Islam, agama semua manusia, yang terkandung dalam
kitab-Nya, Al-Qur’an yang mulia, yang tidak berkurang satu huruf pun darinya
sejak diturunkannya dan tidak pula terdapat tambahan satu huruf pun padanya.
Dan tidak diganti satu kata pun dari tempatnya dalam Al-Qur’an. Dan tidak ada
ungkapan yang keluar dari apa yang ditunjukkannya, walaupun telah berlalu
seribu empat ratus lebih.[12] Manusia
beragama karena mereka memerlukan sesuatu dari agama itu, yaitu memerlukan
petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaanya di dunia dan akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama sangat
diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi
lebih bermakna. Agama adalah kepercayaan akan adanya
Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi
kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Namun, secara naluri manusia mengakui
kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Dapat dilihat ketika manusia
mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Manusia mengeluh dan
meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya
dari keadaannya. Naluriah membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan
membutuhkan Sang Khaliknya.
Terdapat tiga alasan yang melatar
belakangi perlunya manusia terhadap agama yaitu, fitrah manusia,
kelemahan dan kekurangan manusia, dan tantangan manusia. Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas, maka kebutuhan manusia akan agama Tuhan yang benar lebih
besar daripada kebutuhannya akan unsur-unsur pertama untuk menjaga hidupnya
seperti air, makanan dan udara. Dan tidak ada yang mengingkari atau
memperdebatkan kebenaran ini kecuali pembangkang yang sombong, tidak berguna
kesombongannya dan tidak perlu didengar alasan-alasannya. Manusia beragama
karena memerlukan sesuatu dari agama yaitu memerlukan petunjuk-petunjuk untuk
kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat.
B. Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari
masih banyak kekurangan yang terdapat didalamnya, baik dari segi penulisan,
susunan kata, bahan referensi, dan lainnya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan dari pihak pembaca sebagai pengetahuan untuk mewujudkan
perubahan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Demikianlah makalah yang sederhana ini saya susun
semoga dapat bermanfaat bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Akhirnya saya merasa kerendahan hati sebagai manusia yang mempunyai banyak
sekali kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran–bahkan yang tidak membangun
sekalipun- kami tunggu demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga niat baik
kita diridhai oleh Allah SWT. Amin.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abu Bakar
A-l Jazairi, op.cit Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Aqidah
Mukmin, (Madinah: Maktabah Al-Ulum wal Hikam, 1995), cet. I
Anwar Yusuf
Ali, Studi Agama Islam, ( Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003)
H.
Jalaludin, Prof. Dr, Psikologi Agama Edisi Refisi 2002, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
http://dinulislami.blogspot.com/kebutuhan-manusia-terhadap-agama..
tgl akses: 29/10/2015
http://stit-uw.blogspot.com/2013/12/abuddin-nata-tentang-metodologi-study.html.tglakses:
29/10/2015
http://www.academia.edu/7385205/MENGAPA_MANUSIA_BERAGAMA. tgl akses:
29/10/2015
Nata,
Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grfindo
Persada, 2004), cet. X.
Syihab, Quraisy. 2007. Membumikan Alquran Fungsi
dan peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung. PT Mizan Pustaka.
Syukur,M.Amin, Prof.Dr.MA. 2003 Pengantar Studi
Islam,Semarang: CV. Bima Sakti
Ubaidillah, Pendidikan
kewargaan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN
Jakarta Press, 2000), cet.1
Yatimin, Drs. M. M.A. 2006. Studi Islam
Kontemporer. Jakarta: AMZAH.
[4]Drs. M. Yatimin, M.A, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah,
2006), Hlm. 37
[7] Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), cet. X, hlm. 16.
[11]
Abu Bakar A-l Jazairi, op.cit
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Aqidah Mukmin, (Madinah: Maktabah
Al-Ulum wal Hikam, 1995), cet. I, hlm., hlm. 24-25.
[12]
A. Ubaidillah, Pendidikan
kewargaan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN
Jakarta Press, 2000), cet.1. hlm. 122
yaa trimakasih
ReplyDelete