welcome

WELCOME TO PARA PENCARI ILMU.SITUS INI BERISI TENTANG; ILMU PENGETAHUAN, MAKALAH ILMIAH, ILMU TAJWID, KEISLAMAN, DLL.

Tuesday, April 19, 2016

PEMBAHARUAN ISLAM DI TURKI (TANZIMAT DAN JENISSERI HINGGA KEMAL ATATURK)





Oleh Kelompok I :

Nama               : Akhmad Khoiri         (1522010033)
                        :  Hajarman                  (1522010031)

Prodi               : Pendidikan Agama Islam
Semester          : II (Dua)
Mata Kuliah    : Pemikiran Modern Dalam Islam
Dosen              : Prof. Dr. H. Syarifudin, M.Ag.
  Prof. Wan Jamaluddin, M.Ag., Ph.D




PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN
LAMPUNG
2016




KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana Wata’ala yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Makalah mata kuliah Perkembangan Modern Dalam Islam yang berkaitan dengan Pembaharuan Islam di Turki ( Tanzimat dan Janisseri hingga Kemal Ataturk ), akhirnya dapat penulis selesaikan, walaupun tentu saja masih banyak kekurangannya, kritik dan saran dari Bapak Dosen pengasuh yang terhormat sangat di butuhkan, begitu juga dari rekan-rekan sekalian.
Akhirnya, penulis berharap dengan adanya makalah yang sangat sederhana ini, dapat menjadi sumbangan pengetahuan bagi penulis dan kita semua yang membacanya. Amin.
   

Bandar Lampung, 31 Maret 2016













BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada permulaan tahun 1800 M dan seterusnya, dalam sejarah Islam disebut periode modern diberbagai wilayah dunia Islam, seperti di Mesir, India, Pakistan, Turki dan juga Indonesia mucul gerakan-gerakan pembaharuan. Karena itu, dikalangan para ahli ada yang mengatakan bahwa periode modern ini merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Pada periode ini dikerajaan Turki Usmani telah muncul gerakan-gerakan pembaruan yang masing-masing memiliki riwayat tersendiri. Salah satu diantaranya gerakan-gerakan yang dimaksud adalah gerakan Tanzimat, gerakan ini adalah suatu generasi pelanjut dari ide-ide Sultan Mahmud II. Gerakan Tanzimat ini sangat menarik untuk dibahas menyangkut eksistensinya sebagai suatu gerakan pembaharuan. Pada permulaan abad ke XVII, Turki Usmani mulai memperdebatkan cara terbaik bagi program restorasi integritas politik dan efektivitas kukuatan militer yang dimiki kerajaan. Para pembaharu pada awalnya berlandaskan kepada aturan yang digariskan Sultan Sulaiman yang menentang kemungkinan pengaruh kekuatan Kristen Eropa atas kaum Muslimin. Para modernis menganggap perlunya kekhilafahan Turki untuk mengadobsi metode yang dimiliki bangsa Eropa dalam pendidikan kemiliteran, organisasi dan administrasi untuk menciptakan suatu perubahan di bidang pendidikan, ekonomi dan social yang mendukung terbentuknya negara modern. Pada abad ke delapan belas dan terutama pada abad kesembilan belas, kelompok modernis muncul dengan terang-terangan, dan akhirnya menjadi pemenang.[1]

B. Rumusan masalah
1.    Pengertian Tanzimat dan latar belakang timbulnya?
2.    Siapa-siapa yang termasuk tokoh Tanzimat dan bagaimana ide pembaharuan mereka?
3.    Bagaimana pembaruan di zaman Tanzimat?
4.    Kapankah terbentuknya Jenisseri?
5.    Bagaimana prinsip pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal di turki?
6.    Bagaimana gerakan pembaharuan Mustafa Kemal di turki?


BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas Tentang Turki Usmani
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz [2] yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu lebih kurang tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh ketika menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M bangsa Turki dengan dipimpin Artogol melarikan diri menuju dinasti Saljuk untuk mengabdi pada penguasa yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Alauddin II. Artogol dan pasukannya bersekutu dengan pasukan Saljuk membantu Sultan Alauddin II berperang menyerang Bizantium, dan usaha ini berhasil, artinya pasukan Saljuk mendapat kemenangan. Atas jasa baiknya itu Sultan Alauddin II menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu bangsa Turki terus membina wilayah barunya dan memilih Kota Syukud sebagai ibu kota.[3]
B.  Pengertian Tanzimat
Kata Tanzimat adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu yang bentuk masdar dari kata nazzama yang mengandung arti mengatur, menyusun, dan memperbaiki. Dalam bahasa Inggris adalah regulation yang berarti peraturan.
            Dalam bahasa Turki, kata Tanzimat dikenal dengan nama Tanzimat-I Khairiye, dipahami sebagai gerakan pembaruan di Turki yang diperkenalkan ke dalam sistem birokrasi dan pemerintahan Turki Usmani. Kata tersebut mengandung arti mengatur, menyusun dan memperbaiki. Pada periode ini banyak diterbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk memperlancar proses pembaharuan. Jadi Tanzimat adalah mengatur, menyusun, memperbaiki atau pengagaan peraturan.
C. Sebelum Tanzimat
Sebagaimana diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan spritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah.[4] Dengan demikian Raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan dibantu oleh dua pegawai tinggi sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya tidak mempunyai banayak suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan perintah Sultan. Dikala Sultan berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam menjalankan pemerintahan. Syaikh al-Islam yang mengurus bidang keagamaan dibantu oleh qadhi askar al-rumali yang membawahi qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah bagian Eropa, sedang qadhi askar anduly membawahi qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah di Asia dan Mesir.[5]
Dalam melaksanakan tugasnya para qadhi tersebut merujuk kepada mazhab Hanafi.[6] Hal ini yang disebabkan mazhab yang dipakai oleh Sultan adalah mazhab Hanafi. Bentuk-bentuk peradilan pada masa ini :
a.    Mahkamah Biasa/Rendah (al-Juziyat), yang bertugas menyelesaikan perkara perkara pidana dan perdata.
b.    Mahkamah Banding (Mahkamah al-Isti’naf), yang bertugas meneliti dan mengkaji perkara yang berlaku.
c.    Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-Naqd wa al-Ibram), yang bertugas memecat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum.
d.   Mahkamah Agung (Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya), yang langsung di bawah pengawasan Sultan.[7]
D. Latar Belakang Timbulnya Tanzimat.

Timbulnya Tanzimat sebagai suatu gerakan pembaharuan dilatarbelakangi oleh timbulnya:
1.    Desakan Eropa kepada kerajaan Usmani untuk mengayomi warga Eropa yang ada dibawah kekuasaan Turki Usmani.
2.    Diberlakukannya hukum fikih yang menetapkan hukuman mati bagi orang Eropa yang berada di dalam kekuasaan Turki Usmani yang murtad.
3.    Para tokoh Tanzimat ingin membatasi kekuasaan Sultan yang absolut karena mereka telah dipengaruhi oleh Revolusi Prancis ketika belajar di Barat. 
 Selain ketiga faktor tersebut di atas yang merupakan faktor timbulnya Tanzimat adalah diadakannya pembaruan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaruan selanjutnya di kerajaan Turki Usmani pada abad ke-19 (ke sembilan belas) dan abad ke-20 (ke dua puluh). Dengan demikian, Tanzimat dapat dipahami sebagai lanjutan dari usaha-usaha pembaharuan yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II.
Pemikiran pembaruan pada masa moderen di Turki dilakukan oleh Sultan Mahmud II (1808-1839) sebagai lanjutan upaya-upaya pembaruan sebelumnya yang dilakukan oleh Sultan Ahmad III (1703-1730) pada permulaan abad ke-18 antara lain dengan mengutus Celebi Mehmed ke Paris pada 1720 untuk melihat secara langsung kemajuan teknik, organisasi angkatan perang moderen dan kemajuan lembaga sosial lainnya agar dapat dijadikan model bagi pembaruan di Turki. Kemudian pembukaan percetakan di Istambul pada 1727, mendatangkan De Roche Fort, ahli militer Eropa untuk melatih tentara Turki pada 1729, dan mendirikan Sekolah Teknik Militer pada 1734.[8]
E. Tokoh-tokoh Tanzimat dan Pemikiran Mereka
Tokoh-tokoh yang penting dan terkenal dengan ide-ide pembaruan, adalah; Mustafa Rasyid Pasya, Mahmud Sadik Rifat Pasya, Mustafa Sami, Ali Pasya dan Fuad Pasya. Untuk lebih jelasnya bagaimana pemikiran, riwayat singkat setiap tokoh tersebut akan dibicarakan di bawah ini.
1. Mustafa Rasyid Pasya
Mustafa Rasyid Pasya lahir di Istambul tahun 1800 adalah pemuka utama pembaruan di zaman Tanzimat. Dalam banyak hal, ia sering disebut sebagai arsitek pembaruan abad ke-19 (ke sembilan belas) di Turki, pokok-pokok pikirannya yang dilontarkan adalah bahwa kemajuan Eropa sebenarnya disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dijunjung tingginya toleransi umat beragama, terlepasnya sekat-sekat agama dalam prikehidupan, menjunjung tinggi pendidikan yang universal antara pria dan wanita.
2. Mustafa Sani
Mustafa Sani meskipun tidak diketahui secara jelas tentang riwayat hidupnya, namun menurut Harun Nasution, bahwa Mustafa Sani sama halnya dengan Mustafa Rasyid Pasya, ia juga pernah berkunjung ke Eropa dan mempunyai pengaruh pada pembaruan di zaman Tanzimat. Nampaknya ia mempunyai pemikiran yang sama dengan Mustafa Rasyid Pasya. Menurutnya Eropa bisa maju disebabkan perhatiannya yang cukup besar terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai toleransi beragama, tidak terputusnya kebudayaan baru dengan kebudayaan lama, Eropa sangat menjunjung tinggi pendidikan dalam semua lapisan masyarakat luas. Oleh karena itu, Mustafa Sani sangat yakin bahwa apabila Turki ingin maju, maka ia harus meniru sebagaimana apa yang terjadi di Eropa.
3. Mahmud Sadik Rifai Pasya (1807-1856 M).
Mahmud Sadik Rifai Pasya setelah selesai dari pendidikan Madrasah, ia melanjutkan pelajaran di sekolah sastra yang khusus diadakan untuk calon-calon pegawai Istana. Pada tahun 1834 ia diangkat menjadi pembantu Menteri Luar Negeri. Tiga tahun berikutnya ia diangkat menjadi Duta Besar di Wina. Kemudian ketika ia mendirikan Dewan Tanzimat ia sendiri terpilih menjadi ketuanya. Ide-ide pembaharuannya adalah: Turki hanya dapat mencapai peradaban modern Barat bila dapat menciptakan suasana damai dan menjalani hubungan baik dengan negara-negara barat, kemudian menciptakan keamanan dan ketertiban dalam negeri dan membatasi kekuasaan absolut Sultan agar ia tidak berbuat sekehendak hatinya.
4. Ali Pasya (1815-1817 M) dan Fuad Pasya (1815-1869).
Ali Pasya dan Fuad Pasya, keduanya adalah murid dari Mustafa Rasyid Pasya. Mereka dikenal sebagai tokoh pembaruan di zaman Tanzimat pasca Piagam Humayun. Sebelum diangkat menjadi Menteri Luar Negeri pada tahun 1852, Fuad Pasya selalu dikirim ke Eropa untuk bekerja pada perwakilan kerajaan Turki Usmani. Ia bersama temannya Ali Pasya dalam upaya pembaruan yang dilakukannya terutama proses hukum-hukum baru diseluruh wilayah Turki. Penyempurnaan hukum pidana, pertamalah dan sebagai langkah untuk menegakkan kemajuan-kemajuan seperti negara Eropa.
Selain itu mereka melakukan pembaruan dibidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Galatasay pada tahun 1868 yang mengajarkan pengetahuan umum bahasa asing dan bahasa Perancis.[9]
F. Masa Tanzimat (1839-1876 M)
Secara etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhimat, yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki.[10] Term ini dimaksudkan untuk menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani pada pertengahan abad ke-19.
Gerakan ini ditandai dengan munculnya sejumlah tokoh pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari Barat yaitu bidang pemerintahan, hukum, administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan dan sebagainya.[11] Merupakan suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni.
Namun pembaharuan yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa Sultan Mahmud II (1808-1839 M).[12] Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai perubahan internal diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan Mahmud II juga dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh syari’at Islam (tasyr’ al-dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum yang bukan syari’at (tasyri’ madani).[13]
Hukum syari’at terletak di bawah kekuasaan syaikh al-Islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan kepada dewan perancang hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing lainnya. Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani (Undang-undang Peradilan Perdata).
Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-undang Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang terdiri dari Qadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i (Peradilan Agama ).[14] Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II memberikan indikasi sudah adanya pemisahan urusan agama dan urusan dunia. Kemunculan tanzimat dilatarbelakangi oleh:
1. Khusus bidang hukum terjadinya persentuhan hukum Barat dan hukum Islam
2. Muncul para tokoh tanzimat yang ingin membatasi kekuasaan Sultan yang absolut.[15]
Disamping itu pada masa ini kondisi masyarakat terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1. Tradisional, yang mempertahankan dan membangun pemikiran berdasarkan fiqh dan berpijak pada mazhab yang ada. Karena fiqh dianggap telah mapan dan sempurna sehingga mereka berpendapat mazhab ini harus dikembangkan dan disosialisasikan.
2. Modernisme, yang menawarkan agar fiqh perlu diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
3. Reformasi, melontarkan gagasan, bahwa fiqh yang ada tidak mampu merespon berbagai perkembangan yang muncul sebagai akses perkembangan zaman dan kebutuhan manusia yang multi dimensionalitas. Oleh karena itu diperlukan fiqh baru, yang menafsirkan nash secara kontekstual.[16]

G. Pembaharuan Islam di Turki Utsmani
1. Pembaharuan Sultan Ahmad III
Pembaruan Sultan Ahmad III ini dilanjutkan pada akhir abad ke-18 oleh Sultan Salim III yang mendapatkan perlawanan sengit dari masyarakat, terutama para pengikut Jenissari yang berhasil menghalau usaha-usaha pembaruannya dan mencopotnya hingga terjadinya pembunuhan terhadapnya pada 1807.[17]
Upaya-upaya modernisasi di Turki sendiri pada dasarnya merupakan reaksi terhadap kekalahan kesultanan Utsmaniyah dalam perang melawan serangan Eropa di Wina pada 1683.[18] Sejak saat itu kesultanan Utsmaniyah mengalami kemundurannya yang paling dahsyat, sehingga para Sultan pun mulai berpikir bagaimana memajukan kembali kesultanannya ini. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengirim para duta ke negara-negara Eropa untuk melihat secara langusung kemajuan-kemajuan yang dicapai Eropa pada waktu itu.
2. Pembaharuan Sulthan Ahmad II
   Pembaruan pada masa Sultan Mahmud II pada abad ke-19 mendapatkan perlawanan yang sengit dari para ulama konservatif, sebagaimana yang terjadi pada abad ke-18 ketika hendak dilakukan pembaruan di Turki, sehingga segala usaha ke arah pembaruan sering mengalami kegagalan. Dan kalau dapat dikatakan bahwa pembaruan pada masa ini berhasil, itu di antaranya mungkin karena Sultan Mahmud II melakukan pembunuhan massal terhadap Jenissari, kaum militan Turki yang anti pembaruan pada tahun 1829 dan menghilangkan segala hal yang menghalangi usaha-usaha pembaruannya dengan kekerasan.[19]
Setelah menghancurkan Jenissari, Sultan Mahmud II melanjutkan usaha pembaruannya, terutama dalam bidang militer dan administrasi pemerintahannya. Selain itu pembaruannya juga meliputi pembukaan lembaga-lembaga dan institusi-institusi sekuler, terutama sekolah-sekolah kemiliteran, dan pengiriman mahasiswa ke Eropa untuk menempuh pendidikan di sana. Sebagaimana ditulis oleh A.
Mukti Ali, Sultan Mahmud II, setelah menghancurkan Jenisari telah mengirimkan pada rombongan pertamanya sejumlah 150 mahasiswa ke pusat-pusat pendidikan di Eropa.[20]
Dalam bidang administrasi pemerintahan, Sultan Mahmud II menghapuskan sistem feodal dan urusan wakaf dialihkan ke pengawasan suatu Direktorat, yang kemudian menjadi Kementerian Keuangan sehingga dominasi para ulama yang sebelumnya sangat signifikan di pemerintahan sedikit demi sedikit dikurangi karena gaji mereka yang dulunya berada dalam genggamannya sendiri telah dialihkan menjadi berada di bawah Departemen Keuangan Utsmaniyah, yang notabene adalah di bawah kekuasaan Sultan.
Selain itu, pembaruan Sultan Mahmud II juga dilakukan dengan merombak badan-badan di pemerintahan dan mendirikan badan-badan baru. A. Mukti Ali menyebutkan di antara badan-badan baru ini adalah Dewan Khusus atau Dewan Menteri yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri dan Dewan Tertinggi Urusan Pengadilan yang memiliki fungsi yudikatif dan legislatif dalam pemerintahan moderen.[21]
Pengiriman diplomat-diplomat ke negara-negara Eropa juga merupakan bagian dari pembaruan Sultan Mahmud II, karena melalui merekalah informasi-informasi tentang kemajuan di Eropa diperoleh untuk kemudian diterapkan di dalam kesultanan Utsmaniyah. A. Mukti Ali menyebutkan tiga orang yang berperan besar dalam membawa reformasi pembaratan sebagai Duta Besar, yaitu Mustafa Rasyid Pasya di Inggris, Ali Pasya di Prancis dan Fuad Pasya di Austria.[22] Selain ketiga orang tersebut, sebenarnya ada satu orang lagi, sebagaimana disebutkan oleh Harun Nasution, yaitu Sadik Rif’at (1807-1856) yang menjadi duta besar pada masa Sultan Mahmud II. Sadik Rif’at ditugaskan menjadi Duta Besar ke Wina ketika Mustafa Rasyid Pasya yang sebelumnya juga menjadi Duta Besar di Inggris. Kepadanyalah ia mengirim laporan-laporannya dari Wina untuk diterapkan di Turki.[23]
Menurut Harun Nasution, pikiran-pikiran dan ide dari Sadik Rif’at ini banyak mempengaruhi pembaharuan di Turki, khususnya di bidang pemerintahan. Ia mengatakan bahwa pikiran Sadik Rif’at untuk membatasi kekuasaan mutlak Sultan Utsmani terwujud dalam bentuk Piagam Syarif Gulhane pada tahun 1839 yang diperkuat kemudian dalam bentuk Piagam Humayun pada tahun 1856.[24] Pada perkembangan selanjutnya ide-ide pembaruan Sadik Rif’at di atas dikembangkan oleh Namik Kemal (1840-1888) pada masa Sultan Abdul Hamid dengan ditandatanganinya konstitusi pertama dalam sejarah moderen di Turki pada tahun 1876..
Namun, sebagaimana disimpulkan oleh Harun Nasution, eksperimen konstitusi in gagal, terutama karena pada pasal-pasal yang tercantum dalam konstitusi tersebut nampak bahwa Sultan masih memiliki sifat otokrat yang dengannya ia melakukan pembubaran parlemen pada tahun 1878.[25]
H. Jenisseri
Kerajaan Turki Usmani mengalami banyak kemunduran sesudah masa pemerintahan Sultan Sulaiman (1520-1566) yang terkenal dengan gelar Al-Qanuni (Pembuat undang-undang). Usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Sulaiman mengalami banyak hambatan dan tantangan keras terutama dari dua golongan yang berpengaruh di masyarakat Turki saat itu, yaitu Janisseri (pasukan baru) dan tarekat Bektasyi.
Jenisseri dibentuk pada abad keempat belas dari anak-anak orang bukan Islam di daerah-daerah yang tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Turki Usmani. Mulai dari abad ketujuh belas Jenisseri menguasai suasana politik di Kerajaan Turki Usmani. Sultan-sultan yang tidak mereka sukai mereka jatuhkan dan bunuh. Sultan Salim III (1789-1807), karena ingin mengadakan pembaharuan dalam lapangan militer, ditentang. Ia mereka dijatuhkan dan dibunuh pada tahun 1807.[26] Usaha-usaha pembaharuan pada periode ini mengalami kegagalan.
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II (1808-1830 H) tepatnya tahun 1826 H, Jenisseri berhasil di hancurkan. Hancurnya kekuatan militer Jenisseri berawal dari akan dibentuknya korp militer baru. Perwira-perwira tinggi Jenisseri menyetujui pembentukan korp baru itu, tetapi perwira-perwira menengah mengambil sikap menolak. Akhirnya beberapa hari sebelum korp militer baru mengadakan parade, Jenissei melakukan pemberontakan.
Setelah mendapat restu dari Mufti Besar Kerajaan Usmani, Sultan Mahmud II memberi perintah untuk mengepung dan menghancurkan garnisun Jenisseri dengan meriam.[27] Akhirnya, Jenisseri dapat dihancurkan begitu juga dengan tarekat Bektasyi dan golongan ulama-ulama yang anti pembaharuan mulai melemah. Dukungan dari penduduk Ibu Kota, yang selama ini diperoleh Jenisseri dan tarekat Bektasyi mulai pudar. Usaha-usaha pembaharuan di Kerajaan Turki Usmani abad kesembilan belas, dengan demikian, mulai dapat berjalan lancar.
I. Mustafa Kemal Attaturk
Turki memang nyaris tidak pernah dipisahkan dengan nama Mustafa Kemal Attaturk. Mustafa Kemal lahir pada 1881 di suatu daerah di Salonika. Sering dikenal dengan nama Mustafa Kemal Pasya. Dan dikenal juga dengan Mustafa Kemal Attaturk (Bapak Bangsa Turki). Beliau juga mendapat julukan Ghazi, artinya sang pembela keyakinan. Julukan ini diberikan ketika beliau dengan gemilang membawa Turki kepada kemenangan dalam perang kemerdekaan melawan Yunani, Mustafa Kemal dielu-elukan dan dipanggil dengan gelar kehormatan Ghazi.
Ayahnya bernama Ali Riza, seorang juru tulis rendahan di salah satu kantor pemerintahan di kota itu. Beliau sempat mencoba lari dari kemalangan hidupnya dengan cara menegak racun. Sedangkan Ibunya bernama Zubayde, seorang wanita sholihah. Ali Riza meninggal saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun sehingga ia kemudian diasuh oleh ibunya.[28] Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu memberontak terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya.
Ia secara brutal menentang peraturan apapun. Bahkan, tanpa malu-malu ia sering memaki-maki gurunya saat bersekolah. Sehingga suatu hari pernah ditampar salah satu gurunya karena sang guru sudah kehilangan kesabaran menghadapi perilaku Mustafa Kemal. Dan akibatnya, Mustafa Kemal kecil lari dan tidak mau masuk sekolah lagi. Mustafa kecil juga terkenal arogan dalam bergaul. Ia tidak mau sembarangan dalam memilih kawan. Akhirnya, ibunya mengirim dia ke sekolah militer, sehingga riwayat pendidikan Mustafa Kemal dimulai tahun 1893 ketika ia memasuki sekolah Rushdiye (Sekolah Menengah Militer Turki).
Tahun 1895 ia masuk ke akademi militer di Kota Monastir dan pada tanggal 13 maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul. Tahun 1902 ia ditunjuk sebagai salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat Kapten. Perjuangan Mustafa Kemal mewujudkan pembaharuan untuk kemajuan Turki penuh liku, dan mencapai klimaksnya ketika ia menjadi Presiden Republik Turki. Bangsa Eropa mengakui Republik Turki yang ditandai oleh Perjanjian Lausanne pada tahun 1923. Mustafa Kemal meninggal dunia tahun 1938.[29]

J. Prinsip Pemikiran Pembaharuan Mustafa Kemal Attaturk Di Turki
Pembaharuan Turki sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan, jauh sebelum pembaharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attaturk. Mustafa Rasyid Pasha, Mehmed Shiddiq Ri’at, Midhat Pasha, Ahmad Riza, Ziya Gokalp, adalah beberapa orang yang melakukan pembaharuan di Turki sebelum Mustafa Kemal. Sedangkan pemikiran pembaharuan yang paling dekat dengan gerakan pembaharuan Turki yang dilaksanakan oleh Mustafa Kemal adalah pemikiran Ziya Gokalp. Prinsip pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal diawali ketika ia ditugaskan sebagai attase militer pada tahun 1913 di Sofia. Disinilah ia bersentuhan dengan peradaban barat, terutama sistem parlemennya.
Adapun prinsip pembaharuan tersebut terdiri dari tiga unsur: Nasionalisme, sekulerisme dan westernisme.
Pertama, unsur Nasionalisme. Ide Nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal ialah nasionalisme Turki yang terbatas daerah geografisnya dan bukan ide nasionalisme yang luas, yakni diilhami oleh Ziya Gokalp (1875-1924) yang menyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebagai ekspresi dari etos Turki. Dalam pemahaman Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang telah disatukan dengan budaya Turki, sehingga ia berkeyakinan bahwa Islam dapat diselaraskan dengan dunia modern.
Namun turut campurnya Islam dalam segala aspek kehidupan pada bangsa dan agama akan menghambat Turki untuk maju. Atas dasar itu, Mustafa Kemal berpendapat bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Islam tidak perlu menghalangi Turki mengadopsi peradaban barat sepenuhnya, termasuk merubah bentuk negara. Pada permulaan didirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal berpendapat bahwa pemerintah nasional harus didasarkan pada prinsip pokok populisme (kerakyatan). Ini berarti, kedaulatan dan semua kekuatan administrasi harus langsung diberikan kepada rakyat. Konsekuensi logis dari prinsip tersebut adalah dihapusnya sistem kekhalifahan.[30]
Kedua, Sekulerisme, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak serta merta menghilangkan agama dari rakyat Turki, namun hanya melakukan pembatasan kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan politik.
Oleh karena itu, pembentukan partai yang berdasarkan agama dilarang, institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus dibebaskan dari kekuasaan syari’ah.
Menurut Mustafa Kemal, sekulerisme bukan saja memisahkan masalah bernegara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dari pengaruh agama melainkan juga membatasi peranan agama dalam kehidupan orang Turki sebagai suatu bangsa, karena menurut beliau bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial.     Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peradaban lain bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi karena keseluruhan unsurnya. Dan sekulerisasilah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Sehingga, Mustafa Kemal berpendapat jika rakyat Turki ingin mempunyai peradaban tinggi harus melakukan sekulerisasi.
Ketiga, Westernisme, dalam hal ini Mustafa Kemal berpendapat bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Ia melihat bahwa dengan meniru barat Negara Turki akan maju. Ungkapan yang digunakan oleh Mustafa Kemal, “Kita (bangsa Turki) harus bergerak bersama zaman.”
Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk memajukan rakyat Turki adalah dengan melakukan reformasi berupa modernisasi yakni suatu upaya untuk mengubah wajah Turki secara total dengan menerapkan nilai-nilai modern yang progresif dan meninggalkan segala hal yang dipandang kaku, kolot, tradisional dan berbau Utsmaniyah.
Kemal berkeyakinan hanya dengan jalan itu rakyat Turki akan makmur dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
K. Gerakan Pembaharuan Mustafa Kemal Attaturk Di Turki
Secara bertahap namun pasti, Mustafa Kemal melakukan pembaharuan/ reformasi.
Kebijakan-kebijakan Mustafa Kemal diantaranya:
1. Undang-undang tentang Unifikasi dan Sekulerisasi Pendidikan, tanggal 3 Maret 1924;
2. Undang-undang tentang Kopiyah, tanggal 25 November 1925;
3. Undang-undang tentang Pemberhentian Petugas Jamaah dan Makam, penghapusan Lembaga Pemakaman, tanggal 30 November 1925;
4. Peraturan sipil tentang Perkawinan, tanggal 17 Februari 1926 (mengadopsi UU  Perdata Swiss 1926)
5. Undang-undang Penggunaan Huruf Latin untuk Abjad Turki dan Penghapusan  tulisan Arab, tanggal 1 November 1928, dan
6. Undang-undang Larangan Penggunaan Pakaian Asli, tanggal 13 Desember 1934.
Kebijakan-kebijakan Mustafa Kemal yang lain adalah:
            1. Penghapusan Jabatan Kesultanan, tanggal 1 November 1922;
            2. Penghapusan Jabatan Khalifah 3 Maret 1924;
            3. Lembaga Wakaf dihapus dan dikuasakan kepada KUA;
            4. Memperkenalkan bangku gereja dan jam kamar ke dalam masjid, tahun 1928;
            5. Mengharuskan orang sholat menggunakan sepatu dan bahasa Turki;
            6. Meletakkan alat musik barat di dalam masjid serta digunakan sebagai iringan
sholat;
7. Seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil sebagaimana berlaku
pada pola nama barat, tahun 1935.[3



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembaharuan yang terjadi di Turki disebabkan adanya pemahaman yang berbeda-beda tentang Islam yang merupakan agama rasional yang senantiasa menginspirasi dan menuntut kemajuan umatnya. Maka, pembaharuan menjadi niscaya untuk mengeluarkan umat dari peri kehidupan yang pasif dan statis kepada peri kehidupan Islam yang sesungguhnya yang bersifat aktif dan dinamis.
Bentuk pembaharuan di Turki adalah yang pertama : tradisionalis, yang kukuh dengan ide Islamisme dan perlu tegaknya pemerintahan Islam. Paham ini mengajurkan penggunaan hukum-hukum Tuhan dalam setiap aspek kehidupan di Turki. Yang kedua; Nasionalis, yang mengembangkan ide pan-Turkisme yang bercita-cita tegaknya negara Turki yang memiliki identitas kultural otentik yang khas dan berbeda dari masyarakat lainnya. Yang ketiga : Modernis, yang bereaksi terhadap kelompok tradisionalis dengan mengusung Islam rasional yang akrab dengan ide-ide Barat. Mereka menyerukan perlunya masyarakat Turki mengambil pola Barat bagi kemajuan negerinya.
Konsep sekulerisme Mustafa Kemal tidak bertahan lama ada di tengah-tengah masyarakat Turki karena Islam telah mengakar kuat di hati masyarakat Turki.
B. Saran
Mari kita bersama-sama menguatkan akar ke-Islam-an kita dan selektif menerima hal baru yang datang dalam diri kita karena konsep Sekulerisme Barat tidak akan tumbuh subur ketika ditabur dalam masyarakat yang mempunyai akar Islam yang kuat.











DAFTAR PUSTAKA
A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Djambatan, 1994.
Abdurrahman Ibn Hayyin Abdul Aziz al-Humaidi, Al-qadha wa Nizamuhu fi al-Kitab al-Sunnah, Kairo: Ma’had al-Mabhas al-Ilah, t.t.
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Usmani, (akarta: Kalam Mulia, 1988.
Arthur Goldschmidh, A concise History of the Midle East, USA: Westview Press, 1991.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada, 2004.
C.E. Bosworth, Dinasti-dinasti Islam,Bandung: Mizan, 1980.
Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid II, UI Press, 2002.
Kafrawi Ridwan (ed), Ensiklopedi Islam, jilid III, Jakarta: Ihktiar Van Hoeve, 1994.
Lois Ma’luf, Al-Munjid fi Lughah wa al- A’lam, Beirut: Dar al-Masyriq.
Su’ud Ibn Ali Duraib, Al-Tanzhim fi Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah, Riyadh: Maktab al-Wazir, 1983.
Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung: Mizan, 1993.
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004.


[1] Syafiq A. Mughni, op.cit, h. 121
[2] C.E. Bosworth, Dinasti-dinasti Islam,(Bandung: Mizan, 1980), h. 163.
[3] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Usmani, (Jakarta: Kalam Mulia, 1988), h. 2.d
[4] Harun Nasution, Ibid., h. 92.
[5] Abdurrahman Ibn Hayyin Abdul Aziz al-Humaidi, Al-qadha wa Nizamuhu fi al-Kitab al-Sunnah, (Kairo: Ma’had al-Mabhas al-Ilah, t.t), h. 298.
[6] Su’ud Ibn Ali Duraib, Al-Tanzhim fi Mamlakah al-Arabiyah al-Su’udiyah, (Riyadh: Maktab al-Wazir, 1983), h. 278.
[7] Su’ud Ibn Ali Duraib, Ibid., h. 299-384.
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada, cet. ke-16, 2004, h. 178.
[10] Lois Ma’luf, Al-Munjid fi Lughah wa al- A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq), h. 818.
[11] Kafrawi Ridwan (ed), Ensiklopedi Islam, jilid III, (Jakarta: Ihktiar Van Hoeve, 1994), h. 113.
[12] Arthur Goldschmidh, A concise History of the Midle East, (USA: Westview Press, 1991), h. 156.
[13] Harun nasution, op.cit., h. 93.
[14] Abdurrahman Ibn Hayyin Abdul Aziz al-Humaidi, Al-qadha wa Nizamuhu fi al-Kitab al-Sunnah, (Kairo: Ma’had al-Mabhas al-Ilah, t.t), h. 298.
[15] Ibit
[16] Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1993), h. 107-110.
[17] A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Moderen, Djambatan, 1994, h. 35.
[18] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada, cet. ke-16, 2004, h. 178.
[19] A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Djambatan, 1994, h. 14. Berbeda dengan tulisan Badri Yatim yang mengatakan bahwa pada masa Sultan Mahmud II pembaruan di Turki mengalami kemajuan setelah Yenissari dibubarkan pada 1826,  atau dengan Y pada Yenissari dan selisih 3 tahun pada 1826 dengan yang disebut A. Mukti Ali sebelumnya. Lihat Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada, cet. ke-16, 2004, h. 179.
[20] A.. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Djambatan, 1994, h. 37.
[21] A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Djambatan, 1994, h. 38.
[22] A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisme di Turki Modern, Djambatan, 1994, h. 39.
[23] Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid II, UI Press, cet. Ke-1, 2002, h. 100.
[24] Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid II, UI Press, cet. Ke-1, 2002, h. 101.
[25] Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid II, UI Press, cet. Ke-1, 2002, h. 103.
[26] Harun Nasution, op.cit., h. 17.
[27] Harun Nasution, op.cit., h. 91
[28] Harun Nasution, op.cit., h. 142-145
[29] Harun Nasution, op.cit., h. 142-145
[30] Harun Nasution, op.cit., h. 145-148
[31] Thohir, Ajid.2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam : Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Hlm. 20


No comments:

Post a Comment